Selamat Datang

Selamat datang pada dunia kesunyian
Selamat mencicipi tiap sense kata
Selamat menikmati tiap tegukan makna
Selamat......

Selasa, 10 April 2012

Eyang


 EYANG
Di kostku yang baru ini, tepat di belakag kamarku yang sederhana terdapat sebuah rumah yang dihuni perempuan tua Nasrani. Perempuan sudah sangat udzur. Jalannya membungkuk, rambutnya putih semua, dan keriput menghias hampir di seluruh bagian wajahnya. Teman-teman kost memanggilnya ‘Eyang’ tak terkecuali aku. Eyang memiliki kebiasaan yang dinilai menjengkelkan oleh teman-teman. Setiap pagi, eyang akan membuka gorden kamar kami yang berada di depan rumahnya setiap pagi dan akan mengeluarkan pertanyaan yang sama setiap harinya “Nak, sekarang tanggal berapa ya? Hari apa ya?”.
Awalnya, teman-teman menjawabnya dengan lembut menyesuaikan komunikasi pada eyang yang sudah sangat udzur ini. Namun maksud baik itu tak bisa dilanjutkan, karena eyang akan berteriak dengan keras “Tanggal berapa Nak?”. Sontak teman-teman pun menjawab koor, melengking “tanggal 16 Eyang..... hari Jum’at.....”. Eyang akan segera menutup gorden kami dan menggumamkan jawaban yang ia dapatkan sampai masuk ke dalam rumahnya.
Bukan itu yang membuat teman-teman jengkel. Tapi kebiasaan eyang seperti itu yang dalam seharinya akan terulang sampai 4-5 kali. Lambat laun teman-teman pun berinisiatif tidak membuka jendela nakonya, namun menutup rapar-rapat dan dibalut gorden. Eyang akan berteriak-teriak dan teman-teman akan saling mengingatkan dengan isyarat, meletakkan jari telunjuknya di depan bibir msing-masing. Tidak mendengar suara, eyang akan kembali ke kamarnya tanpa mendapat jawaban, tanpa menggumam. Setiap mata teman-teman mengintipnya dan merasa kasihan sebenarnya.
Yang lucu adalah saat aku masih baru pindah dan masih semalam tidur di sini. Subuh, tiba-tiba ada yang menggedor-gedor jendela nakoku dan terdengar suara parau yang agal lemah “Nak, Nak, Nak, mau belimbing Nak.....”. Namanya orang tidur dan mendengar yang seperti itu aku kira wajar kalau aku takut dan kaget setengah mati. Subuh masih putih saat aku lihat dibalik gorden ada tangan lemah, kriput, yang menggapai-gapai di balik gorden jendelaku. Aku kira hantu subuh. Saat kesadaran sudah mulai terkumpul dan otakku bekerja waras, pikiran yang mengira itu adalah hantu malah bergeser pada pikiran bahwa bayangan di balik jendela kamar ini adalah orang gila.
Dengan mengumpulan keberanian, kusibak gorden dan kubuka jendela sambil meraih belimbing-belimbing kecil yang sudah mulai busuk dikelilingi ulat-ulat kecil dari tangan keriputnya. Dan dengan halus kujawab pertanyaan-pertanyaannya, ya tanggal berapa dan hari apa. Setelah itu dia berlalu dengan mengguman. Ah,,, lega rasanya.
10 menit kemudian aku kaget mendengar gedoran-gedoran kaca kamar sebelah, suara lemah eyang, dan jawaban melengking mbak Mar’ah, yang jendelanya digedor-gedor. Dua jam kemudian, jendelaku yang digedor lagi. Lho kok?! Ah aku jadi lupa kalau memang dia sudah udzur dan itu wajar menurutku meski sangat aku akui begitu mengganggu. Setelah hari itu, aku turut serta inisiatif teman-teman. Namun setelah meletakkan pikir pada pikir, mengajak pikir belajar berpikir, aku pun berpikir tentang pikiran-pikiran sehingga melahirkan suatu pikiran versiku. Okelah aku pikir tak ada salahnya membantu eyang yang mungkin hanya tinggal sebentar lagi bertanya-tanya di dunia ini. Ya, meski umur tak ada yang tahu, atau malah duluan aku?. Kupikir pula, bagaimana jika eyang saat ini adalah aku di masa nanti? Ah,,, Tentu kasihan sekali aku.
Nah, karena aku sedang istirahat menyandang status mahasiswa, jadinya aku yang paling sering stay in the kost. Di tengah mengetik, di sela-sela membaca, suara eyang yang dulunya parau terdengar merdu dan pertanyaan eyang yang subhanallah sekali akan mengingatkanku untuk berhenti sejenak dari beraktifitas yang kadang membuat lupa waktu, lupa makan, da lupa mandi [he]. Aku akan menjawab pertanyaan eyang dengan senang hati, degan menjerit dan melengking seperti teman-teman yang lain. Hitung-hitung latihan vokal. Nah, karena itulah aku juga jadi teringat kebiasaan lama yang terlupa. Kembali akan kubaca puisi-puisi dengan lantang dan berbisik di kamarku yang sederhana ini. Kamar yang kuharap bisa membentuk sosok kembang peradaban. []

Tidak ada komentar: