Selamat Datang

Selamat datang pada dunia kesunyian
Selamat mencicipi tiap sense kata
Selamat menikmati tiap tegukan makna
Selamat......

Sabtu, 21 April 2012

Malam Kartini 2012

Malam Kartini 2012

Semalam, yaitu malam tanggal 21 April saya menghadiri sebuah acara bedah buku berjudul "Awan theklek, Mbengi lemek" yang artinya Perempuan: siang menjadi alas kaki dan malam menjadi alas tidur, di yayasan LKiS Surowajan Yogyakarta. Penulisnya adalah Hersri Setiawan salah seorang yang pernah diasingkan di pulau buruh, sebagai tahanan politik tanpa pengadilan itu.  Seperti pula seorang  penulis novel yang meraih nobel karena dua jilid memoarnya, yaitu  Pramodya Ananta Toor, pada pulau yang kosong yang hanya dihuni para tapol itu, Hersri juga melahirkan kitab tebal sejenis memoar pulau Buru.

Ita, partner hidup Hersri (karena lebih suka dengan istilah partner hidup daripada istilah suami-istri) juga diminta mengomentari buku partner hidupnya itu. Ita yang merupakan istri kedua setelah 18 tahun Hersri menjadi orang tua/pengasuh tunggal putrinya yang ditinggal mati oleh istri pertamanya semenjak putrinya berumur 5 tahun, mengatakan bahwa tulisan dalam buku tersebut sarat kesadaran kemanusiaan, sarat semangat emansipasi sehingga Ita menilai dan berani menyebut Hersri sebagai seorang feminis!. Meski dalam buku tersebut tidak terdapat 'kata' apalagi 'kalimat' yang hanya sekedar menggembar-gemborkan gender atau gendar-gender. Jauh memakna daripada hanya mencuatkan diksi itu ke permukaan kertas.
Yang menarik dari paparan Ita tentang Hersri adalah paparan refleksi rumah tangganya yang diceritakan dengan begitu tulus, diceritaka dengan begitu telanjang yang mungkin bagi sebagian orang hal itu masih dianggap tabu. Diceritakan olehnya bahwa Hersri yang tak lain adalah suaminya terlihat tidak merasa rendah diri saat mencuci celana dalam dan kutangnya. Ita melihat bahwa Hersri tidak merasa kemanusiaannya turun, berkurang, atau tercederai karena mencuci pakaian dalam partner hidupnya. Saya begitu terkesiap, tercengang. Berdasarkan refleksi rumah tangga yang dipaparkan Ita, saya membaca atau bahkan tanpa canggung saya katakana: saya menilai bahwa Hersri seorang yang pernah diasingkan di pulau buruh ini adalah sosok manusia yang memiliki kesadaran kemanusiaan secara utuh. Konsistensi antara pemikiran, kata-kata, san sikap.. Karena rumah tangga adalah institusi kehidupan paling nyata. Rumah tangga adalah telanjang. Di luar, mungkin bisa manusia itu bertopeng, tapi dalam rumah, ya itulah manusia. Kediriannya yang memang dirinya. Bagaimana saya tidak ndomblong, di tengah pengalaman empiris saya saat ini yaitu di tengah hiruk pikuk kampus-akadmis--yang penuh dengan timbunan teori dan sikap ilmiah--, di tengah hiruk pikuk yang menyebut dirinya pergerakan, yang faktanya mengalami inkonsistensi pemikiran, perkatan, dan perbuatan juga tengah mengalami fragmentasi,  tiba-tiba hadir di depan mata yang kasat ini sebuah sosok dan refleksitas- pengejawantahan yang meruntuhkan persepsi apriori-negatif yang mulai terbentuk dalam pikiran saya. Tidak dalam mimpi saja konsistensi itu ada, Tidak dalam bayangan dan harapan saya saja kebenaran berkaki dan bertapak di bumi itu ada, meski saya sadar secara utuh bahwa hanya beberapa gelintir saja adanya. []

Halimah Garnasih

Tidak ada komentar: