Selamat Datang

Selamat datang pada dunia kesunyian
Selamat mencicipi tiap sense kata
Selamat menikmati tiap tegukan makna
Selamat......

Senin, 26 Maret 2012

KESAKSIANKU BERSULAMKAN SENJA

KESAKSIANKU BERSULAMKAN SENJA**
OLEH: HibatNahwa*

Aku dan teman-temanku termasuk yang berempati dengan perubahan drastis kampus rakyat ini. Bangunannya yang semakin tinggi membuat kami ngiri, pagar-pagar besi yang kurasa menyamakan kami dengan hewan-hewan kandang itu. Beberapa temanku ada yang sempat nyeletuk “ lama-lama ganti namanya jadi Kandang Tarbiyah, Kandang Ushuluddin, Kandang laboratorium Agama dan kandang-kandang yang lain.” . “Hahaha.”.  Kami terbahak bersama. Namun kami hanya bisa ikut bersorak dengan menggoyang dedaunan yang tumbuh di atas tangkai-tangkai  dengan tinggi-tinggi ketika ada segerombolan demonstran melintasi kawasan kami, meski ku tahu para birokrat itu tak mungkin mendengar teriakanku dan teman-teman .  Mau bagaimana lagi, kita tak bisa ikut serta dalam rombongan panjang yang menyuarakan  dan meminta seteguk keadilan masyarakat kampus itu atau pengupayaan kembalinya UIN SUKA ke jati dirinya sebagai kampus rakyat, karena kita tak punya kaki yang bisa dibuat berjalan seperti mereka. Inilah kami yang tak bisa berbuat apa-apa selain menjadi pendengar  dan penonton. Satu-satunya yang masih menjadi kebanggaan sekawananku adalah meneduhi mereka yang masih menghidupkan diskusi-diskusi di bawah rindangnya tubuh-tubuh kami.   Apalagi yang memiliki tubuh sebesar dan daun selebat milikku.
Aku sering menyimak perbincangan mereka yang kebetulan menggunakan rindangnya tubuhku sebagai tempat yang nyaman tuk berdiskusi. Kadang kudengar mereka menyebut-nyebut Socrates, Plato, Aristoteles, Empedocles, Anaxagoras dan entah apa lagi namanya, dari komplotan mahasiswa yang rambutnya panjang-panjang meski ku tahu dia adalah lelaki, ada yang rambutnya mengembang seperti makanan yang disebut bakpao, ada pula yang memakai celana yang  memiliki kacamata di bagian lutut. Tak jarang pula diantara mereka tiba-tiba meneriakkan “revolusi atau mati, Salam pergerakan”  dan beberapa kata panas lainnya sehingga akupun tersentak dan kadang pula ikut-ikutan menjawab dengan berteriak sekencang-kencangnya, mengepalkan tangan (upz, tangkai yang dirimbuni daun ding), berjingkat-jingkat hingga beberapa helai daunku berguguran. Namun diskusi-diskusi seperti ini tak sesemarak dulu. Berganti dengan semaraknya yang berkasih-kasih silih berganti, pfh..... mengingatkan masa mudaku.
“Dari pondok seperti itu, kok menyentuh!!.” Kudengar suara tajam lelaki cungkring itu di bagian sore yang menjemput senja, tepat di bawah bagian kanan rindangnya tubuhku. Perempuan berkerudung coklat di samping perempuan lain yang tepat duduk berhadapan dengan lelaki cungkring itu sontak mengangkat wajahnya, dagunya menantang hembusan angin yang melintasi celah-celah dedaunanku. Dari penyimakanku tentang perbincangan mereka, tentunya gadis berkerudung coklat itu sakit hati, kecewa, remuk-redam, merasa pengkisahannya tak didengar dan dicerna dengan benar. Itu mungkin,,,, impilikasiku pribadi, sebatang pohon yang mencoba belajar mengerti perasaan. Hohoho, bolehkan sebatang pohon berperasaan ketika manusianya sudah semakin punah tuk berkonsultasi dengan perasaannya apa lagi titik nurani yang dengan kesahajaannya masih bertahta di sudut hati??. Sebagian kalimat itu kudengar dari diskusi-diskusi di bawah tubuhku oleh beberapa mahasiswa tentang logika. Hehe.
Ketika perempuan berkerudung coklat itu masih mengangkat dagunya, kulihat makhluk putih bersayap di bagian lengan kanannya berbisik. “Jawab sayang, jawab bahwa kau diciptakan Tuhan sebagai manusia yang memiliki tiga unsur. Jawab, bahwa kamu bukan Malaikat sepertiku.”.  Bisikan makhluk itu merasuki pikirannya, berputar-putar diotaknya, berkelindan dan terpental-pental di hati. Aku menunggu-nunggu karena penasaran tragedi apa yang selanjutnya akan terjadi. Ahaa,,, ini dia!!, perempuan itu diam sejenak, mengatupkan matanya pelan-pelan serambi menghirup dan melepaskan udara. Ketika mulutnya hendak terbuka, benda aneh di pangkuannya berbunyi, dia menyentuh bagian tertentu pada benda itu dengan sedikit menekannya. Ajaib!! Benda itu muncul tulisan, dan rasa ingin tahuku membuatku nakal untuk ikut membacanya. “Salam Pergerakan! Diharapkan kehadirannya dalam rapat....”. Belum sampai selesai perempuan itu membacanya, makhluk hitam bersayap di bagian lengan kirinya membisikinya. “ayo cepat katakan! Tunggu apa lagi,,,. Pasti kau akan menang!!, saatnya mengembalikan kebenaran pada singgasananya!  Ayo cepat..”. pada waktu yang hampir bersamaan, makhluk putih di sisi lainnya berbisik pula “Tidak sayang, batalkan niatmu itu, itu usulku, maka aku hendak menarik lagi usulku. Jangan kau katakan, semestinya kau lebih mengindahkan undangan itu, ayo lekas beranjak.... di sana banyak orang yang membutuhkanmu daripada masih tetap  di sini hanya sekedar untuk pembelaan diri.”.  Aku tahu perempuan itu bingung, dia masih bergeming. Serasa tahu psikis perempuan itu, makhluk putih itu berbisik lagi, “Ingat sayang, Wa Kafaa Billaahi syahiydaa...”. Perempuan itu berucap pamit dan beranjak pergi di temani senyum Tuhan yang entah apa artinya......
            Eit,, bukankah perempuan berkaca mata minus ini adalah perempuan berkerudung coklat di ujung senja itu. Lagi-lagi aku lancang, ingin mendengarkan perbincangannya dengan seorang perempuan yang dari raut mukanya tampak lebih berumur. “.....jadi begitu ceritanya Mbak, apakah semua perempuan akan melakukan hal yang sama seperti aku, ataukah aku yang memang sebenarnya tergolong perempua gatal?” Ucapnya disertai sesenggukan, sepertinya dia menahan tangis yang sangat, terlihat dari badannya yang bergetar, terguncang. Perempuan yang di depannya menenangkannya dengan membelai kepala yang terbalut jilbab dengan lembut.”Sudah-sudah Nduk,,, Ya, mbak akan jelasin semampu mbak, secara psikologis seperti yang kau ingin tahu kan?. Tapi kamu harus tenangin diri terlebih dahulu”. Perempuan itu mengangguk-ngangguk sambil mengusap air mata di pipinya. Aku kecewa ketika perempuan yang tampak lebih dewasa itu memapah perempuan yang sudah menyisakan air matanya di bawah tubuhku ini ke motor merahnya. Entahlah, tiba-tiba aku ingin tahu juga jawaban seperti apa kiranya yang akan diterima perempuan yang sepertinya dibelenggu gangguan psikologis itu. Psikologis? Hehe diksi baru yang kudapat dari perempuan itu...
Melesatnya motor merah itu menyisakan angin di tepian dedaunanku, berganti dengan sajian  mega marah menyentuh malam yang bersenda gurau bersama sekawananku...



Tidak ada komentar: