Selamat Datang

Selamat datang pada dunia kesunyian
Selamat mencicipi tiap sense kata
Selamat menikmati tiap tegukan makna
Selamat......

Selasa, 10 April 2012

MEMASUKI DUNIA DIMENSI TIGA



 MEMASUKI DUNIA DIMENSI TIGA
Sore ini suasana pesantren sedang kacau, teriakan-teriakan santri yang sedang dijajah jiwanya oleh makhluk alam lain terdengar di seantero pesantren. Ayat kursi, sholawat, burdah, dan bacaan-bacaan lain yang dipercaya akan mengusir makhluk penjajah itu telah berkumandang di mana-mana, namun na’as tak ada hasil, mereka malah semakin menjadi-jadi, ada yang ngesot-ngesot sambil menjulurkan lidah beserta suara desisannya yang diprediksikan ia dirasuki jin  ular, ada yang tertawa terbahak-bahak, ada yang berpakaian indah dan menghias diri bak sang Hyang Ratu Roro kidul, bahkan ada yang terbang dari dan ke atas aula begitu seterusnya.

            Gerbang pesantren putri yang tengah berdiri kokoh sejak zaman penjajahan kini  terbuka dan tampak K.Shirot pemangku pesantren Al-Amin itu disertai lima santri putra yang dipercaya sanggup mengusir dan membebaskakan para makhluk kiriman itu dari raga para santri putri.Tampak mereka mulai komat-kamit serta mulai memegang tangan gadis-gadis kesurupan itu, mereka meronta-ronta begitu kuat dengan jeritan yang sangat panjang , untung kelima santri putra tadi sangat kuat dan memiliki badan yang besar sehingga bisa mengendalikan semua itu. Alhamdulillah mereka berhasil, suasana pesantren putri tiba-tiba sunyi senyap, sekarang mereka mulai sadar dengan keadaan disekitarnya, beberapa gadis yang yang sadar dirinya tengah berada di depan kang santri dengan keadaan yang tak seharusnya dilihat ajnabiyyah segera melesat ke dalam kamar, malu. Begitulah jika makhluk penjajah itu datang dan merasuki jiwa-jiwa yang tak bersalah beberapa kang santri itulah yang diutus, tak pelak tumbuhlah rasa ketergantungan.

            Malam ini suasana dingin sekali angin malam berhembus sampai ketulang-tulang. Kang Nur, khoddam K.Shirot sebenarnya merasa enggan untuk keluar dari hangatnya balutan sarungnya yang sudah usang, namun karena amanah yang diberikan K.Shirot kepadanya untuk mengontrol pondok putri dia harus rela meninggalkan sebentar saja dewi mimpinya.

            Kang Nur mulai mengontrol, dimulai dari daerah A ”sepi, mungkin gadis-gadis kesetanan itu sudah pada capek teriak-teriak tiap malem” gumamnya sambil menggulung sarungnya persis kayak orang lagi kebanjiran. ”Syukur kalau begitu kang  Nur yang paling guanteng di pondok putri ini bisa bobo lagi dengan tenang he…he….he….” katanya senang. Namun sebelum kembali bertemu dengan dewi mimpinya dia masih harus mengontrol daerah B dan C. Kang Nur semakin mempercepat langkahnya, kini dia menyusuri daerah B, senyumnya mengembang”sepi….”desisnya. Kini dia semakin mempercepat langkahnya menuju daerah C, namun betapa terkejutnya dia saat melihat hal yang sungguh tak pantas terjadi di sebuah pesantren, namun kang Nur langsung menyembunyikan tubuhnya di belakang tembok pembatas antara daerah B dan C.”kurang ajar..”umpatnya.Dia melihat kelima lelaki yang dipercayai oleh kiai tengah berada dalan keadaan yang memalukan bersama gadis-gadis kerasukan itu.Namun kang Nur bergeming.

            Keesokan harinya kang Nur matur pada kiai bahwa malam ini dia tidak bisa mengontrol “ono opo toh Nur?” Tanya K.Shirot bijak dan agak heran tak biasanya dan hampir tak pernah khoddam tulennya seperti ini “Ngapunten yai, dalem diundang rapat keamanan di kampung” kang Nur berbohong sebenarnya dia hanya ingin K.Shirot mengetahui sendiri kelakuan kelima santrinya yang tengah diberi kepercayaan.

            Benar dugaan kang Nur,  K.Shirot tidak menyuruh santri lain untuk menggantikannya, beliau menggantikan sendiri kebiasaan khoddam kepercaayaannya malam ini. Betapa kagetnya beliau ketika melihat kelakuan beberapa santrinya tengah berada dalam gelimang dosa .”Zainal……!!!”salah satu kang santri yang memiliki nama itu menoleh dan darahnya berdesir ketika tahu itu adalah sosok yang kharismatik, K.Shirot.

            Di ruang tengah disaat di pondok putera kelima kang santri sedang digundul karena kelakuannya yang sungguh bejat, tampak K.Shirot sedang bermusyawaroh bersama para asatiydz. Beliau resah siapa lagi yang kira-kira bisa menyembuhkan para santri putrinya. Para asatiydz hanya menunduk dalam, sepertinya mereka sudah putus asa karena sebelumnya mereka sudah mengundang para kiai lain yang masyhur tentang dunia mistis itu dan bahkan sampai mendatangkan beberapa dukun, namun setelah kepergian mereka, para gadis-gadis


kesurupan itu kembali menjerit-jerit bahkan disertai tertawa yang mengejek. Ruangan itu menjadi sangat sepi, dan hampir juga K,shirot berputus asa. ”Tenanglah hai K.Shirot…..,aku akan membantumu”suara di depan pintu itu sontak mengagetkan seisi ruangan.

            Kini laki-laki tua yang berpostur kutilang (kurus, tinggi, langsing, cacingan he..heee)  itu telah duduk bersama K.Shirot dan para asatydz lainnya.” Sebenarnya namaku adalah Suwaji, penduduk kampungku biasa memanggilku Datuk” laki-laki tua itu memperkenalkan diri dan berjanji bisa membantu keresahan yang dialami K.Shirot saat ini .Begitu senangnya K.Shirot, disaat hampir berputus asa ternyata Allah masih mengutus seseorang untuk keluar dari masalah yang hampir menguras tenaga, dan fikirannya, apalagi ketika mengingat putri kesayangannya yang tak luput dari musibah itu, Neng Fatimah. 
            Penyembuhan yang dilakukan datuk nampak aneh dimata K.Shirot, para gadis kesurupan itu dimandikan dengan kembang tujuh macam diruangan tertutup, Datuk memanggil mereka satu persatu dan malamnyapun seperti itu juga, begiliran setiap malamnya di ruangan yang memang diminta Datuk, ruangan khusus penyembuhan katanya dan tak boleh seorangpun mendekati ruangan itu termasuk K.Shirot, namun K.shirot menepis jauh-jauh prasangkanya karena memang sejak kedatangan Datuk pesantren itu agak tampak tenang, demi kesembuhan santri fikirnya.

            Seperti biasanya setiap malam hari kang Nur selalu mengontrol daerah putri, terbesit rasa penasaran saat melewati kamar yang hanya diterangi cahaya temaram, kang Nur semakin mendekati kamar itu dengan sarungya yang selalu tambah digulung ke atas, tampak beberapa kodok melompat minggir melihat hal itu, takut sawan . Dengan sandal jepitnya yang berwarna coklat, tepatnya berwarna putih namun berubah menjadi coklat,  kang Nur berjalan sangat pelan.”haa…..haaa….haaa” terdengar suara tawa dari kamar itu sontak kang Nur kaget dan langsung mengambil gerakan kuda-kudanya sambil membaca mantra ngawornya “ banyu ates, godong andepan, kukuku kiwo, kukuku tengen, aku adus banyu kang suci, olehe aku adus yo ngene iki” dan langsung mengambil langkah seribunya.

            Paginya kang Nur masih bingung dengan kejadian semalam, dia jadi penasaran apa yang dikerjakan Datuk itu, karena rasa penasarannya yang sangat kang Nur nekat untuk mengintip dari atas atap, betapa kagetnya kang Nur melihat apa yang tengah dilihatnya, datuk sedang memandikan Nila salah satu gadis cantik yang kesurupan, namun gadis itu seperti tak sadar dan hanya diam ketika datuk mulai menikmatinya dari ujung rambut hingga ujung kepala.”bangsat “kang Nur mengumpat pelan . Malam harinya kang Nur juga mencari tahu kenapa setiap malam Datuk memanggil seorang gadis, dan bahkan yang dipanggil hanya gadis-gadis santri yang terkenal cantik, itu informasi yang ia dapat dari mbok yem, perempuan tua yang dipercaya mengurusi makan santri. Benar perkiraan kang Nur, kelakuannya tak jauh berbeda dengan apa yang telah dilihatnya tadi pagi.
***
            Desa dibawah bukit gunung semeru masih menyisakan embun paginya yang terasa sejuk, dan sinar matahari serasa enggan tuk mengusik embun pagi yang sedang bertahta di setiap daun dan ranting. Suara sapu lidi yang kini bertengger di tangan kang Nur yang tengah menyapu di halaman dalem mengagetkan Fatimah dari mimpi indahnya. ”Astaghfirullah…jam lima, kenapa ummi gak bangunin Fatimah” gerutunya yang memang tidak pada siapa-siapa karena hanya dirinyalah yang berada dalam kamarnya, sambil beranjak mengambil wudlu dan bergegas sholat subuh.

            Kang Nur yang sedang menyapu heran melihat neng Fatimah yang terburu-buru, “bade teng pundi neng?” Tanya kang Nur ta’dzym, tapi tetap saja raut mukanya terlihat lucu. ”sekarang giliran Fatimah diobati Datuk kang” jawabnya dengan tersenyum,manis, sontak kang Nur kaget dia tak rela gadis di depannya akan terjamah oleh dukun setan itu. “ada apa kang, tumben wajahnya tegang banget?” Fatimah heran. Sapu lidi itu terjatuh dari genggaman kang Nur,dia semakin mendekat dalam keadaan membungkuk, ” sumpah demi Allah jangan pergi ke sana neng, demi abah neng, demi ummi neng, dan demi semuanya, kang nur mohon Neng” kini kang Nur berkata dengan beruarai mata dan suara bergetar, fatimah bingung sebenarnya apa yang terjadi pada kang Nur.”baiklah kang, selama ini abah telah percaya kepada pean, maka Fatimah yakin pasti semuanya ini ada sesuatunya, apa pean tidak ingin cerita pada Fatimah?”.”Tidak neng,kang Nur takut dan kang Nur yakin pasti abah Neng tak akan lama lagi tahu tentang semuanya”. kang Nur meninggalkan Fatimah dalam keadaan bingung dan terbersit seribu pertanyaan di benaknya.

Belum hilang seribu pertanyaan yang bergantung dibenak fatimah tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara keributan. ”sepertinya dari pondok putri” gumamnya. fatimah penasaran ia langsung melaju kencang menuju tempat yang teramat gaduh itu. Sesampainya di sana Fatimah hanya mendengar suara berteriak-teriak tak jelas. Yang ia tahu santriwati sedang berkumpul di depan kamar Datuk. “ono opo toh mbak?Siapa yang teriak-teriak itu?” Fatimah bertanya pada salah satu santri. ”Ndak tahu neng,kami juga terkejut tiba-tiba Datuk berteriak-teriak tak jelas “jawab Mala santri asal Dampit itu. fatimah tidak puas dengan jawaban Mala dia menyeruak diantara gerombolan para santri yang kurang lebih berjumlah 200 orang.
           
            Kini Fatimah berhasil berada pada barisan paling depan, kini dia mendengar sangat jelas apa yang dikatakan Datuk. ”mana pondok Al-amin itu, kenapa …..kenapa semuanya menjadi lautan, kemana aku harus melangkah dan melewati sebuah jalan, aku ingin kembalike al-amin menemui gadis-gadis itu!!!”teriak datuk , mengerang, kebingungan. Dia seperti tak melihat apapun disekelilingnya meski para santri sudah memanggil-manggil namanya namun mereka takut untuk mendekat. Fatimah bergegas melaporkan hal inipada abahnya K.Shirot.
           
            K.Shirot yang baru saja selesai melaksanakan sholat Dhuha, kaget dan heran melihat putrinya datang dengan terengah-engah. ”habis maraton Tim?tanya K.Shirot. ”Memang harus maraton bah dan abah juga harus ikut maraton” jawab Fatimah masih dengan terengah-engah. K.Shirot semakin tak mengerti namun fatimah segera menceritakan apa yang sekarang sedang terjadi di pondok putri “Subhanallah..” K.Shirot bertasbih sekarang giliran Fatimah dibuat bingung , dan semakin bingung ketika dia melihat abahnya melakukan sujud syukur, namun dia menggantungkan pertanyaannya sampai abahnya selesai .Setelah k.Shirot selesai beliau menoleh tampak fatimah kaku dengan mulut agak terbuka dan berbentuk ‘O’ . K.Shirot tersenyum bijak dan langsung menggandeng tangan Fatimah. Keduanya menuju pondok putri.
           
            Gerombolan para santri langsung menguak melihat kehadiran K.Shirot, memberi jalan pada beliau dan neng Fatimah. Keduanya berada dibagian depan. K.Shirot menatap datuk yang berteriak-teriak dengan pandangan tajam. Beliau maju beberapa langkah dan mulai memejamkan mata membaca sesuatu, entah apa. Semuanya diam terpaku melihat K.Shirot mulai berteriak pada Datuk. ”Hai datuk, manusia munafik!.” Aneh, kini Datuk menoleh setelah berpuluh-puluh orang memanggilnya namun dia tak pernah merasa, mungkin karena doa yang dibaca k.Shirot. Dia melihat K.Shirot di atas permadani berada di tengah lautan seperti dirinya. ”Duhai K.Shirot bawalah aku kembali bersamamu, bawalah aku bersama permadanimu. Bukankah kau masih membutuhkan aku untuk menyembuhkan para santrimu yang cantik-cantik itu?.” K.Shirot bergeming ”kenapa....kenapa kau diam K.shirot, jika kau tak lekas membawaku batu yang kupijaki ini akan semakin lebur dan aku bisa mati ditelan ombak.”
” Bukankah batu itu yang selama ini menolongmu untuk berbuat hina, menyengsarakan orang-orang yang tak bersalah, karena fikiran dan hati kotormu yang penuh ambisi, kenapa kau tak minta tolong padanya  hah?!!!”
”ha.....ha...ha....,berarti kau tahu bahwa yang mengirim setan-setan itu adalah aku? Ha.....ha....haaa, kau hebat Shirot, kau hebat. Selama ini tak ada yang bisa mengalahkan kehebatanku ha ...ha....ha.... apa yang terjadi apa yang terjadi, Shirot bantu aku shirot bantu aku....ti....tid...tidak........
Tiba-tiba batu setan itu benar-benar melebur, dari langit sana berpuluh-puluh jin berteriak-teriak, dengan berbagai macam bentuk yang menakutkan, terbang mendekati Datuk dan berebut ingin masuk dalam raganya. Di sebrang sana di atas permadani K.Shirot sedang duduk bersila, memutar tasbih, dan membaca entah apa, khusuk sekali.
           
            Pada dunia dimensi empat, suara santri terdengar riuh menyaksikan sesuatu yang sungguh tak mereka mengerti. Yang mereka tahu tubuh Datuk tiba-tiba tumbang, mengejang, kaku, matanya melotot seperti hendak keluar. Dan dari badannya keluar benda-benda tajam seperti paku, silet,jarum dan entah apa lagi tak jelas karena benda-benda itu bercampur darah, amis. Fatimah mundur menutup hidungnya dengan kerudung, tubuhnya bergidik. K.Shirot bangkit dengan sebelumnya mengusap kedua tangannya pada wajahnya. Beliau mendekati Fatimah yang sungguh ketakutan dan benar-benar tak mengerti, memeluknya.
           
            Di sana, di belakang gerombolan para santri yang riuh, seorang laki-laki dengan sarungnya yang masih persis kayak orang kebanjiran, masih ingatkan? Yup benar doski kang Nur. Dan sekarang sarungnya plus ngelinting. Songkoknya miring, bisa dibayangin sendiri di Raudlatul Ulum kayak siapa. Stop gak usah diomongin cukup dibayangin aja. Pandangannya datar, memandang sosok yang terbujur di sana. Selanjutnya Pondok al-Amin diguyur hujan deras dengan halilintar yang menghajar langit, kilat seperti membelah langit. Mungkin para malaikat sedang berpesta pora menyambut  kedatangan Datuk.

Di bawah gedung berpenghuni, Malam 31 Yanuar ‘09
                                                                                Tinta jemariku ”Hibatun Nahwa”
Orang Mati Hanya Meninggalkan Nama Dan Karya
Maka Jagalah Nama Baik Dan Buatlah Karya Sebanyak Mungkin
Semuga purnama menjelang bukanlah sebuah KARYA namun benar-benar ”ADIKARYA”    


           







Tidak ada komentar: